Untukmu Kawan Di Alam Lain.

Wednesday, 4 May 2016



Untukmu Kawan Di Alam Lain

“Primus Keiya”

SahabatKu, Primus Keiya. (Kiper Utama Persigubin, Pegunungan Bintang)
Bagiman ceritanya jika kejadian itu datang seperti angin yang berlalu menyenggol dan lewat begitu saja tampa permisi dan tidak terlihat. Bagimana ceritanya jika kejadian itu semacam sebuah mimpi yang berlalu pada malam dan siang hari.
Sebuah kumpulan darah yang melekat diotak hingga membuat kepala sakit adalah ketika kunjungan itu hanya melihatmu terbaring diatas meja yang ditutup dengan kain putih disebuah rungan megah.

Rasa tidak percaya itu muncul tetapi ini kenyataan hidup yang kita mesti lewati, tetapi kenyataan itu kenapa seperti mimpi sebelum membagi janda dan tawa seperti sebelumnya.? Sebuah pertanyaan itu tidak menjadi makna, sebab semua telah terjadi nyata. Mimpi janda tawa menjadi hayalan belaka, hanya bisa di kenang walaupun itu sakit untuk di rasakannya.

Pemikiran dan takdir sang ilahi memang sangat bedah jauh, tetapi tandir yang menimpa dirimu menjadi duri yang mengikat hati ini, duri itu menusuk hingga menembusi hati seakan tidak bisa untuk dijabut. Semua yang menjadi “Memory” antara kita menjadi ingatan yang tidak pernah hilang dari dalam pikiran ini, gugatan semakin genjar menembusi sebuah sukma hingga membunuh tubuh ini perlahan. Senyum yang dahulu melekat seakan telah menghilang bersamaan dengan kepergianmu di alam bersama bapa ilahi.

* * * * * * * * * * * * * * *
Semua menjadi lengkap saat itu, saat janda dan tawa itu masih berjalan bersama suara-suara dari balik penjara bebas dibawah sang penguasa kolonial indonesia. Semua rasa masih kita berbagi bersama di sebuah rumah kumuh di belokan jalan ibu kota itu. Disaat itu kau masih bersama kita, kita melangka dengan kaki kosong menyusuri tanah yang telah disuburkan oleh tulang belulang yang telah mendahui kita yang dibunuh oleh para pembunuh.

Sebuah jalanan yang sedang di penuhi dengan kemunafikan manusia-manusia berwatak sang kolonial indonesia masih bersinar senyum-senyum sang bintang kejorah. Kibaran senyum itu masih berjalan bersamaan dengan langka kaki di jalanan penuh kerikil kalah itu. Kasih kosong dan noken agrek jahitan mama papua adalah gaya sehari-hari yang selalu kau kenakan kawan. Jiwa kesenderhaan itu masih terlihat dalam mimpi ini. Semua kisah dijalanan itu masih melakat melingkar otak ini hingga membuat senyum terasa hampa.

Jalan buper tempat kita pijakan kaki, jalan buper tempat kita menabur senyum dan tawa, dijalan buper tempat kita berbagi rasa. Kini menjadi suram dan hampa, tempat-tempat itu menjadi kenangan yang pahit kawan. Semua menjadi hilang bersamaan kepergianmu.

Kopi hitam dan extrajoss susu menjadi sebuah penawar disaat itu, “Kami menyebutnya Obat” dan obat-obat itu menjadi hilang bersamaan dengan berhakirnya nafasmu, semua akan menjadi kenangan yang pahit yang akan menjadi racun dalam otak dan membuat otak semakin gila dan stress karena semua kenangan itu sulit untuk ku hilangkan dari dalam pikiran ini.

* * * * * * * * * * * * * * * *

Perjalan itu menjadi rahasia tersendiri yang akan menjadi luka yang tidak bisa terobati dengan cepat. Perjalanan yang kita lalui dilembah dan gunung itu menjadi perjalan terhakir dari lima tahun kita berpisah bertemu di tempat yang diketahui oleh kita berdua sendiri.

Perjalanan Panjang Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai menjadi kisah terhakir yang kita lalui bersama. Lukunya jalan bukan halangan sebagai seorang sehabat kala itu. Semua berjalan seadahnya, tawa dan senyum berkibar dengan tenang, gimbira masih terasa kala itu, saat bersama. Kini kenangan itu menjadi cerita akhir antara luka dan duka, kau bawah sebagian dari tubuh ini bersama nafasmu di alam lain. Dialam bersama bapak kita disana.

Pelabuhan sama busa tempat kita berpisa. Kala itu ku relah melepasmu pergi dengan harapan kita akan bertemu disaat-saat tertentu, diwaktu tertentu di tempat lain. Namun harapan itu hanya menjadi harapan semata. Harapan itu hanyalah mimpi pada siang bolong. Kini ku terpaku dalam kehanpaan. Jiwaku kini ditemani kesunyian, tubuh ini mati perlahan.

* * * * * * * * * * * * * * * * * *

Malam itu, harapan sudah teralah bahwa kita akan ketemu di kota yang penuh dengan kenangan, kota tempat kita tanam benih-benih persahabat di jalur jalanan yang dahulu itu. Jalan buper tempat kita menginjak kaki, melangka menebar senyum persahabat, menghibur diri yang panah.

Harapan tak seindah kenyataan, sebuah harapan itu menjadi luka yang mendalam, sebuah harapan yang menjadi duka yang mematikan tubuh ini. Jiwa-jiwa yang kami tanam menjadi pudar seketika dikagetkan dengan berita kepergianmu. Berbagai pertanyaan menjadi hayalan matikan.

“Pagi itu za tiba, harapan sore za akan ketemu ko, yang za temua adalah ko pu tubuh yang sudah ditutup dirimaha sakit Diam harapan” ini sunggu menyakitkan. Padahal sudah kita sepakati bawah sore kita akan ketemu. Primus Amoye Keiya, Ko Jahat, Ko Jahat, Ko Jahat dan Jahat. Sunggu kawan/Sahabt sunggu kau pembunuh jiwa, Sahabat Kau Penipu..? Kawan semua yang terjadi itu menyakitkan. Kenapa tidak bilang kalau sore saya akan ke rumah bapak untuk selamanya, padahal pagi itu ko bilang kita akan ketemu sore dan duduk minum kopi bersama.? Kenapa secepat itu ka..? Primus Keiya eee....

“Satu Untuk Semua” kata ini telah mati, mati bersamamu, pergi bersamamu, menghilang bersamamu, tidak kembali bersamamu. Disaat kata itu kembali, kami yang menyepakati kata itu akan sadar bawah Bayanganmu telah datang, dan tinggan bersama kami, kau juga sedang mengungkapkan kata yang telah kita sepakati yakni “Satu Untuk Semua”.

“Dosen, Guru, Murut, Mahasiswa. Ini ucapan persahabat yang akrap sekali, itu juga telah kau bawah bersama kepergianmu yang menyakitkan itu “Primus Keiya”, semua menjadi catatan tersendiri antara kita. Sejarah yang akan kita ukir dalam diri kita kawan. Walau kau telah pergi, kami percaya bayangmu akan tetap bersama kami, menghiasi senyum dan tawa, mengukir persahabatan seperti dahulu kawan/Sahabat”.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * *

 “Semua yang telah kita ukir, saat kau asih bersama dialam ini akan menjadi sejarah tersendiri yang tidak akan pernah hilang dari ingatan ini. Semua carita dan kisah akan terkenang abadi dalam jiwa kami, senyum dan tawamu akan selalu hidup dalam tubuh ini walau kau telah pergi untuk selamanya”.

“Kepergianmu yang mengagetkan memang membuat hati tidak terimah, namun ini adalah kenyataan hidup yang mesti terjadi, kita diadakan oleh sang Ilahi dan juga diambil Oleh sang ilahi, kau telah di jadwalkan lebih dahulu dan kita juga akan menyusul kawan”.

“Kawan. Jika Jujur, Ingin ku marahi tuhan, rasanya semua terlalu capat terjadi, walau hati tak terimah jiwa ini merelakan semuanya. Sebab kita hanya sebagai penghuni di alam/dunia ini. Kawan kau Sahabat yang akan selalu abadi dalam hidupku”.

Selamat Jalan, Tunggulah kami di alam lain, kami akan menyusul dari belakan, dialam sana semoga kita bertemu dan kembali membagi senyum dan tawa seperti dahulu “disaat kita bersama” sayang.

“Pedih untuk di kenang, Sakit untuk dirasakan, namun semua rencana tuhan yang mesti za terimah”

Selamat jalan kawan/Sahabat, Guruku, PalhawanKu, Orang Tuaku. PRIMUS AMOYE KAIYA. Kiper Senior Persigubin Pegunungan Bintang.

Dari Sahabtmu : Desederius Goo
Nabire West Papua 27/04/2016

Foto Sahabatku Primus Amoye Keiya







 

No comments :

Post a Comment