Oleh: Hugo Bernard
(Catatan ini dituliskan untuk memperlurus semua jenjang jaringan perlawanan yang berimpikan adanya revolusi terjadi di Papua, bukan hanya kita menafsirkan revolusi itu dari sudut pandang kita bebas dari NKRI, tetapi pehamananya luas dan kita bisa belajar dari revolusi negara-negara luar)
Revolusi itu akan terjadi dalam bentuk apa pun. Revolusi pun mempunyai bentuk dan rupa yang berbeda-beda, di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Jadi revolusi merupakan perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Itu sebatas pengetahuan pengantar kilat.
Sekarang bagaimana menafsirkan dan membuat revolusi itu terjadi. Sekarang, misalnya, dalam Revolusi Rusia, Lenin dan tokoh puncak Partai Komunis mampu menjadi pemimpin yang kharismatik. Kita kalau menafsirkan dan memahami kembali, pokok-pokok pemikiran Lenin sejak revolusi itu terjadi. Lenin adalah sosok idealnya komunis yang kita kenal dengan manusia jenius dari Rusia.
Kenapa kita katakan dia sebagai manusia yang jenius, kita harus kembali memahami bagaimana pokok-pokok pemikiran yang sampai saat ini menjadi bahan pembelajaran dan studi di banyak pergerakan sekarang. Satu catatan penting yang bisa kita petik dari sosok Lenin adalah, bagaimana penafsiran revolusi olehnnya dalam mengubah dunia Rusia yang berawal dari sikap kritis dalam menulis, bekerja, dan mampu mempengaruhi orang melalui karya-karyanya.
Revolusi lain yang mengedepankan seorang tokoh, misalnya Fidel Castro di Kuba, Che Guevara di Amerika Selatan, Mao Tse-Tung di Republik Rakyat Tiongkok, Ho Chi Minh di Vietnam, Ayatullah Khomeini di Iran, Corazon Aquino di Filipina ketika Revolusi EDSA, dll (Wikipedia). Tokoh-tokoh ini memberikan gambaran besar kepada kita manusia Papua untuk menafsirkan revolusi itu dengan kaca mata yang besar, bukan soal main-main atau hanya sensasi biasa.
Sekarang, apakah Indonesia pada pergantian rezim dari Orde Baru menuju Reformasi bisa kita katakan sebagai revolusi dalam pergerakan mahasiswa? Indonesia tidak mempunyai target utama dalam melakukan reformasi dalam berevolusi.
Kita bisa menafsirkan revolusi itu terjadi dalam jangka yang biasa-biasa. Itu kalau konteks daerah yang dijajah dan ingin melakukan revolusi pun, proses berpikir kita masih jauh dengan Indonesia sendiri, walau Indonesia tidak dikatakan negara yang pernah melakukan revolusi rezim.
Hal penting yang harus kita perhatikan disini adalah, bagaimana kita bisa belajar dari proses perubahan yang terjadi di dunia luar, seperti di Rusia hingga Fillipina. Kita tidak sekedar menafsirkan saja soal mimpi yang jauh sudah terucap begitu saja, hanya lewat mulut dan bertindak yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang ingin kita capai.
Sekarang bagaimana dengan generasi kita orang muda Papua, belajar dari tokoh revolusi di atas, menuliskan dan merekam jejak dan trauma sejarah orang Papua, menuliskan sejarah baru dari rekaman sejarah yang buram, konsepsikan sejarah lama, menata sejarah baru orang Papua melalui tulisan-tulisan kritis orang mudah, belajar berorganisasi dari organisasi perlawanan, setelah belajar dari organisasi perlawanan yang kritis dalam bertindak, kritis dalam menulis, kritis dalam melakukan segalah hal yang menjadi panutan dan tujuan.
#Amole, Nimaoo, Amakane, Koyao, Wa wa wa..
Penulis adalah mahasiswa kaliber di Numbay, West Papua.
(Catatan ini dituliskan untuk memperlurus semua jenjang jaringan perlawanan yang berimpikan adanya revolusi terjadi di Papua, bukan hanya kita menafsirkan revolusi itu dari sudut pandang kita bebas dari NKRI, tetapi pehamananya luas dan kita bisa belajar dari revolusi negara-negara luar)
Revolusi itu akan terjadi dalam bentuk apa pun. Revolusi pun mempunyai bentuk dan rupa yang berbeda-beda, di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Jadi revolusi merupakan perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Itu sebatas pengetahuan pengantar kilat.
Sekarang bagaimana menafsirkan dan membuat revolusi itu terjadi. Sekarang, misalnya, dalam Revolusi Rusia, Lenin dan tokoh puncak Partai Komunis mampu menjadi pemimpin yang kharismatik. Kita kalau menafsirkan dan memahami kembali, pokok-pokok pemikiran Lenin sejak revolusi itu terjadi. Lenin adalah sosok idealnya komunis yang kita kenal dengan manusia jenius dari Rusia.
Kenapa kita katakan dia sebagai manusia yang jenius, kita harus kembali memahami bagaimana pokok-pokok pemikiran yang sampai saat ini menjadi bahan pembelajaran dan studi di banyak pergerakan sekarang. Satu catatan penting yang bisa kita petik dari sosok Lenin adalah, bagaimana penafsiran revolusi olehnnya dalam mengubah dunia Rusia yang berawal dari sikap kritis dalam menulis, bekerja, dan mampu mempengaruhi orang melalui karya-karyanya.
Revolusi lain yang mengedepankan seorang tokoh, misalnya Fidel Castro di Kuba, Che Guevara di Amerika Selatan, Mao Tse-Tung di Republik Rakyat Tiongkok, Ho Chi Minh di Vietnam, Ayatullah Khomeini di Iran, Corazon Aquino di Filipina ketika Revolusi EDSA, dll (Wikipedia). Tokoh-tokoh ini memberikan gambaran besar kepada kita manusia Papua untuk menafsirkan revolusi itu dengan kaca mata yang besar, bukan soal main-main atau hanya sensasi biasa.
Sekarang, apakah Indonesia pada pergantian rezim dari Orde Baru menuju Reformasi bisa kita katakan sebagai revolusi dalam pergerakan mahasiswa? Indonesia tidak mempunyai target utama dalam melakukan reformasi dalam berevolusi.
Kita bisa menafsirkan revolusi itu terjadi dalam jangka yang biasa-biasa. Itu kalau konteks daerah yang dijajah dan ingin melakukan revolusi pun, proses berpikir kita masih jauh dengan Indonesia sendiri, walau Indonesia tidak dikatakan negara yang pernah melakukan revolusi rezim.
Hal penting yang harus kita perhatikan disini adalah, bagaimana kita bisa belajar dari proses perubahan yang terjadi di dunia luar, seperti di Rusia hingga Fillipina. Kita tidak sekedar menafsirkan saja soal mimpi yang jauh sudah terucap begitu saja, hanya lewat mulut dan bertindak yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang ingin kita capai.
Sekarang bagaimana dengan generasi kita orang muda Papua, belajar dari tokoh revolusi di atas, menuliskan dan merekam jejak dan trauma sejarah orang Papua, menuliskan sejarah baru dari rekaman sejarah yang buram, konsepsikan sejarah lama, menata sejarah baru orang Papua melalui tulisan-tulisan kritis orang mudah, belajar berorganisasi dari organisasi perlawanan, setelah belajar dari organisasi perlawanan yang kritis dalam bertindak, kritis dalam menulis, kritis dalam melakukan segalah hal yang menjadi panutan dan tujuan.
#Amole, Nimaoo, Amakane, Koyao, Wa wa wa..
Penulis adalah mahasiswa kaliber di Numbay, West Papua.
No comments :
Post a Comment