Tuntutan hak Penentuan Nasib sendiri adalah hak
setiap orang, dijamin oleh Hukum internasional sehingga wajib diperjuangkan
oleh rakyat Papua Barat, karena Hak Politik Bangsa Papua, telah dilanggar oleh
Pemerintah Indonesia, dalam pelaksanan Penetuan pendapat Rakyat pada tahun 1969
di Papua Barat, merupakan pelecehan terhadap penghormatan hak asasi manusia di
muka bumi ini.Kolonialisme Indonesia yang kini menjadi jembatan bagi
kapitalisme global adalah musuh rakyat dunia yang harus dihapuskan.
Pemerintah Indonesia adalah perampok hak politik
bangsa Papua, yaitu hak penentuan nasib sendiri melalui rekayasa Pepera tahun
1969. Kolonialisme dan kapitalisme (imperialisme) tanpa merasa bersalah telah
menjadi aktor penentu masa depan bangsa Papua. Dari Pepera 1969 hingga paket
politisasi Otonomi Khusus (Plus) 2013, kolonialisme tak henti-hentinya menjadi
penentu masa depan bangsa Papua.
Oleh karena itu, tuntutan hak penentuan nasib sendiri (The right of Self-determination) adalah mutlak diperjuangkan. Kita harus menjadi penentu masa depan kita sendiri, bukan penguasa kolonial, juga buka kapitalisme global. Bahwa tawaran paket politik kolonial melalui Otsus, Pemekaran, UP4B, dan segala bentuk rupa adalah kebahagiaan semu. Kita patut membuang ilusi-ilusi kosong yang dipromosikan kolonial Indonesia dan para kapitalisnya.
Rakyatlah penentu hidup, karena itu rakyat harus jadi basis dan pelaku perjuangan. Itulah yang ditakuti musuh kita. Mereka takut bila rakyat bangkit melawan, karenanya penguasa konial Indonesia melalui TNI/Polri saat ini melakukan penghancuran basis rakyat dengan segala taktik busuknya seperti bantuan-bantuan, penerimaan CPNS, Pemekaran, Pilkada, Otsus Plus, UP4B, pembentukan milisi sipil, BMP, LMA, dan banyak tawaran lainnya. Semua itu dilakukan agar kita lupa perjuangan, kita lupa diri, lupa bahwa tanah kita sedang dikuasai pendatang, dan lupa bahwa kita sedang habis dan punah diatas tanah kita.
Hukum Internasional tentang hak bangsa-bangsa yang terjajah untuk penentuan nasib mereka sendiri sudah diterangkan dengan setegas-tegasnya dalam Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah”
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “ Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepatcepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
Artikel 5, dari Resolusi 1514 (XV) telah menegaskan kepada Negara anggota PBB “Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri dengan bebas, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”
Hal ini tidak pernah dijalankan oleh penjajah Belanda dan Indonesia saat ini sedang menjajah kita Papua, bahkan Indonesia tidak mengakui dan mengembalikan hak politik bangsa Papua. Hukum Internasional telah menyamin bahwa, segalah macam bentuk penjajahan harus diserahkan kembali kepada bangsa-bangsa penduduk aslinya masing-masing – sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Hukum Internasional dan sebagaimana yang sudah dijalankan di tempat-tempat lain di seluruh dunia. Namun Hak politik dan Nasib Bangsa Papua telah diserahkan oleh UNTEA ke tangan neo-kolonialisme “Indonesia”.
Resolusi 2625 (XXV) Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, pada tanggal 24 Oktober, 1970, menguatkan lagi Keputusan-keputusan terdahulu mengenai hak merdeka dan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk bangsa-bangsa yang terjajah, Mewajibkan segala negara untuk membantu mengakhiri semua penjajahan dan Melarang semua negara memakai kekerasan untuk menghalangi bangsa-bangsa yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan menentukan nasib diri mereka sendiri. Dan juga memberikan hak kepada segala bangsa yang terjajah untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri dan merdeka, serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam perjuangan ini.
Resolusi itu juga menentukan bahwa, semua wilayah tanah jajahan, dijamin kekalnya oleh Piagam PBB, selama bangsa-bangsa asli, penduduk wilayah wilayah itu dan pulau-pulau itu belum mendapat kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri mereka menurut aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hukum Ini juga memberi kewajiban kepada negara-negara ketiga yang tidak langsung terlibat dalam penjajahan, untuk menjalankan tugas mereka sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu perjuangan kemerdekaan yang dipertanggungjawabkan atas mereka oleh Piagam PBB dan Resolusi-Resolusi yang bersangkutan dengan penghapusan penjajahan dan segala rupa bentuk jelmaannya.
Mahkamah Internasional dalam pemandangan Kehakimannya yang dikeluarkan pada tanggal 16 Oktober, 1975, telah menyatakan ada tiga jalan, yang menurut hokum internasional, bagi wilayah-wilayah yang masih terjajah untuk menjalankan hak penentuaan nasib diri-sendiri mereka, yaitu;
( 1)Menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat;
(2)Dengan bebas memilih untuk berserikat dengan sesuatu negara lain yang sudah merdeka;
(3) Dengan bebas memilih untuk memasukkan dirinya kedalam salah satu negara lain yang sudah merdeka;
Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah membuat sebuah Program untuk memerdekakan bangsa-bangsa yang terjajah sebagaimana yang terdapat dalam keputusan 2621 (XXV) tanggal 12 Oktober 1970, dimana penjajahan dinamakan sebagai satu “ kejahatan Internasional” dan “ kepada bangsa-bangsa yang terjajah” – seperti kita bangsa-bangsa Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls. – “ Diberikan hak mutlak untuk melawan si penjajah mereka dengan segala cara yang diperlukan.”
Dalam keputusan 3314 (XXIX), tanggal 14 Desember, 1974, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang semua negara menggunakan kekerasan terhadap bangsa-bangsa yang menuntut hak penentuan nasib diri-sendiri mereka. Resolusi ini menegaskan “Kewajiban negara-negara supaya tidak mempergunakan senjata untuk menindas hak bangsa-bangsa yang sedang menentukan nasib diri-sendiri dan hak kemerdekaan serta kesatuan wilayah mareka itu.”
Berdasarkan uraian tersebut diatas kami simpulkan bahwa, Pemerintah Indonesia Pemerintah kerajan Nederland dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terlah melanggar hak politik Bangsa Papua dan Hak penetuan Nasib sendiri telah dilanggar melalui Perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 dan pelaksanaan pepera 1969 yang cacat Hukum dan Moral di Papua Barat.
Oleh karena itu hak penentuan nasib sendiri mutlak perjuangkan oleh segenap rakyat papua sebab Hak itu masih berlaku sampai dengan saat ini , maka pemerintah Indonesia sebagai salah satu Negara aanggota PBB wajib melaksanakan amanat Hukum Internasional dengan penuh rasa tanggung jawab, sebagai Negara yang demokrasi.
Penulis Adalah ONES SUHUNIAP Sekretasi Komite Nasional Papua Barat (KMPB)
tinggal di Jayapura West Papua.
No comments :
Post a Comment